“Muhammad”
dalam bahasa Arab berarti “dia yang terpuji”. Muslim mempercayai bahwa
ajaran Islam yang dibawa oleh Muhammad adalah penyempurnaan dari
agama-agama yang dibawa oleh nabi-nabi sebelumnya. Mereka memanggilnya
dengan gelar Rasul Allāh (رسول الله), dan menambahkan kalimat
Shalallaahu ‘Alayhi Wasallam (صلى الله عليه و سلم, yang berarti “semoga
Allah memberi kebahagiaan dan keselamatan kepadanya”; sering disingkat
“S.A.W” atau “SAW”) setelah namanya. Selain itu Al-Qur’an dalam Surah
As-Saff (QS 61:6) menyebut Muhammad dengan nama “Ahmad” (أحمد), yang
dalam bahasa Arab juga berarti “terpuji”.
Silsilah Keluarga Nabi Muhammad SAW
Silsilah Muhammad dari kedua orang tuanya
kembali ke Kilab bin Murrah bin Ka’b bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr
(Quraish) bin Malik bin an-Nadr (Qais) bin Kinanah bin Khuzaimah bin
Mudrikah (Amir) bin Ilyas bin Mudar bin Nizar bin Ma`ad bin Adnan.
Dimana Adnan merupakan keturunan laki-laki ke tujuh dari Ismail bin
Ibrahim, yaitu keturunan Sam bin Nuh. Muhammad lahir di hari Senin, 12
Rabi’ul Awal tahun 571 Masehi (lebih dikenal sebagai Tahun Gajah).
Kelahiran/Maulud Nabi Muhammad
Para penulis sirah (biografi) Muhammad pada
umumnya sepakat bahwa ia lahir di Tahun Gajah, yaitu tahun 570 M.
Muhammad lahir di kota Mekkah, di bagian Selatan Jazirah Arab, suatu
tempat yang ketika itu merupakan daerah paling terbelakang di dunia,
jauh dari pusat perdagangan, seni, maupun ilmu pengetahuan. Ayahnya,
Abdullah, meninggal dalam perjalanan dagang di Yatsrib, ketika Muhammad
masih dalam kandungan. Ia meninggalkan harta lima ekor unta, sekawanan
biri-biri dan seorang budak perempuan bernama Ummu Aiman yang kemudian
mengasuh Nabi.
Pada saat Muhammad berusia enam tahun,
ibunya Aminah binti Wahab mengajaknya ke Yatsrib (Madinah) untuk
mengunjungi keluarganya serta mengunjungi makam ayahnya. Namun dalam
perjalanan pulang, ibunya jatuh sakit. Setelah beberapa hari, Aminah
meninggal dunia di Abwa’ yang terletak tidak jauh dari Yatsrib, dan
dikuburkan di sana. Setelah ibunya meninggal, Muhammad dijaga oleh
kakeknya, ‘Abd al-Muththalib. Setelah kakeknya meninggal, ia dijaga oleh
pamannya, Abu Thalib. Ketika inilah ia diminta menggembala
kambing-kambingnya disekitar Mekkah dan kerap menemani pamannya dalam
urusan dagangnya ke negeri Syam (Suriah, Libanon dan Palestina).
Hampir semua ahli hadits dan sejarawan
sepakat bahwa Muhammad lahir di bulan Rabiulawal, kendati mereka berbeda
pendapat tentang tanggalnya. Di kalangan Syi’ah, sesuai dengan arahan
para Imam yang merupakan keturunan langsung Muhammad, menyatakan bahwa
ia lahir pada hari Jumat, 17 Rabiulawal; sedangkan kalangan Sunni
percaya bahwa ia lahir pada hari Senin, 12 Rabiulawal atau (2 Agustus
570M).
Berkenalan dengan Khadijah
Ketika Muhammad mencapai usia remaja dan
berkembang menjadi seorang yang dewasa, ia mulai mempelajari ilmu bela
diri dan memanah, begitupula dengan ilmu untuk menambah keterampilannya
dalam berdagang. Perdagangan menjadi hal yang umum dilakukan dan
dianggap sebagai salah satu pendapatan yang stabil. Muhammad menemani
pamannya berdagang ke arah Utara dan secepatnya tentang kejujuran dan
sifat dapat dipercaya Muhammad dalam membawa bisnis perdagangan telah
meluas, membuatnya dipercaya sebagai agen penjual perantara barang
dagangan penduduk Mekkah.
Seseorang yang telah mendengar tentang anak
muda yang sangat dipercaya dengan adalah seorang janda yang bernama
Khadijah. Ia adalah seseorang yang memiliki status tinggi di suku Arab
dan Khadijah sering pula mengirim barang dagangan ke berbagai pelosok
daerah di tanah Arab. Reputasi Muhammad membuatnya terpesona sehingga
membuat Khadijah memintanya untuk membawa serta barang-barang
dagangannya dalam perdagangan. Muhammad dijanjikan olehnya akan dibayar
dua kali lipat dan Khadijah sangat terkesan dengan sekembalinya Muhammad
dengan keuntungan yang lebih dari biasanya.
Akhirnya, Muhammad pun jatuh cinta kepada
Khadijah kemudian mereka menikah. Pada saat itu Muhammad berusia 25
tahun sedangkan Khadijah mendekati umur 40 tahun, tetapi ia masih
memiliki kecantikan yang menawan. Perbedaan umur yang sangat jauh dan
status janda yang dimiliki oleh Khadijah, tidak menjadi halangan bagi
mereka, karena pada saat itu suku Quraisy memiliki adat dan budaya yang
lebih menekankan perkawinan dengan gadis ketimbang janda. Walaupun harta
kekayaan mereka semakin bertambah, Muhammad tetap sebagai orang yang
memiliki gaya hidup sederhana, ia lebih memilih untuk mendistribusikan
keuangannya kepada hal-hal yang lebih penting.
Memperoleh gelar
Ketika Muhammad berumur 35 tahun, ia bersatu
dengan orang-orang Quraisy dalam perbaikan Ka’bah. Ia pula yang memberi
keputusan di antara mereka tentang peletakan Hajar al-Aswad di
tempatnya. Saat itu ia sangat masyhur di antara kaumnya dengan
sifat-sifatnya yang terpuji. Kaumnya sangat mencintai beliau, hingga
akhirnya beliau memperoleh gelar Al-Amin yang artinya Orang yang dapat
Dipercaya.
Diriwayatkan pula bahwa Muhammad percaya
sepenuhnya dengan ke-Esaan Tuhan. Ia hidup dengan cara amat sederhana
dan membenci sifat-sifat angkuh dan sombong. Ia menyayangi orang-orang
miskin, para janda dan anak-anak yatim serta berbagi penderitaan dengan
berusaha menolong mereka. Ia juga menghindari semua kejahatan yang biasa
di kalangan bangsa Arab pada masa itu seperti berjudi, meminum minuman
keras, berkelakuan kasar dan lain-lain, sehingga ia dikenal sebagai
As-Saadiq yang memiliki arti Yang Benar.
Kerasulan Nabi Muhammad SAW
Muhammad dilahirkan di tengah-tengah
masyarakat terbelakang yang senang dengan kekerasan dan pertempuran dan
menjelang usianya yang ke-40, ia sering menyendiri ke Gua Hira’ sebuah
gua bukit sekitar 6 km sebelah timur kota Mekkah, yang kemudian dikenali
sebagai Jabal An Nur. Ia bisa berhari-hari bertafakur dan beribadah
disana dan sikapnya itu dianggap sangat bertentangan dengan kebudayaan
Arab pada zaman tersebut dan di sinilah ia sering berpikir dengan
mendalam, memohon kepada Allah supaya memusnahkan kekafiran dan
kebodohan.
Pada suatu malam sekitar tanggal 17
Ramadhan/ 6 Agustus 611, ketika Muhammad sedang bertafakur di Gua Hira’,
Malaikat Jibril mendatanginya. Jibril membangkitkannya dan menyampaikan
wahyu Allah di telinganya. Ia diminta membaca. Ia menjawab, “Saya tidak
bisa membaca”. Jibril mengulangi tiga kali meminta agar Muhammad
membaca, tetapi jawabannya tetap sama. Akhirnya, Jibril berkata:
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dengan nama Tuhanmu
yang Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan perantaraan (menulis,
membaca). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
(Al-Alaq 96: 1-5)
Ini merupakan wahyu pertama yang diterima
oleh Muhammad. Ketika itu ia berusia 40 tahun 6 bulan 8 hari menurut
perhitungan tahun kamariah (penanggalan berdasarkan bulan), atau 39
tahun 3 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun syamsiah (penanggalan
berdasarkan matahari). Setelah pengalaman luar biasa di Gua Hira
tersebut, dengan rasa ketakutan dan cemas Muhammad pulang ke rumah dan
berseru pada Khadijah untuk menyelimutinya, karena ia merasakan suhu
tubuhnya panas dan dingin secara bergantian. Setelah hal itu lewat, ia
menceritakan pengalamannya kepada sang istri.
Untuk lebih menenangkan hati suaminya,
Khadijah mengajak Muhammad mendatangi saudara sepupunya, yaitu Waraqah
bin Naufal, yang banyak mengetahui nubuat tentang nabi terakhir dari
kitab-kitab suci Kristen dan Yahudi. Mendengar cerita yang dialami
Muhammad, Waraqah pun berkata, bahwa ia telah dipilih oleh Tuhan menjadi
seorang nabi. Kemudian Waraqah menyebutkan bahwa An-Nâmûs al-Akbar
(Malaikat Jibril) telah datang kepadanya, kaumnya akan mengatakan bahwa
ia seorang penipu, mereka akan memusuhi dan melawannya.
Wahyu turun kepadanya secara
berangsur-angsur dalam jangka waktu 23 tahun. Wahyu tersebut telah
diturunkan menurut urutan yang diberikan Muhammad, dan dikumpulkan dalam
kitab bernama Al Mushaf yang juga dinamakan Al- Qurʾān (bacaan).
Kebanyakan ayat-ayatnya mempunyai arti yang jelas, sedangkan sebagiannya
diterjemahkan dan dihubungkan dengan ayat-ayat yang lain. Sebagian
ayat-ayat adapula yang diterjemahkan oleh Muhammad sendiri melalui
percakapan, tindakan dan persetujuannya, yang terkenal dengan nama
As-Sunnah. Al-Quran dan As-Sunnah digabungkan bersama merupakan panduan
dan cara hidup bagi “mereka yang menyerahkan diri kepada All`h”, yaitu
penganut agama Islam.
Pengikut Pertama (As-Sabiqun al-Awwalun)
Selama tiga tahun pertama, Muhammad hanya
menyebarkan agama terbatas kepada teman-teman dekat dan kerabatnya.
Kebanyakan dari mereka yang percaya dan meyakini ajaran Muhammad adalah
para anggota keluarganya serta golongan masyarakat awam, antara lain
Khadijah, Ali, Zaid bin Haritsah dan Bilal. Namun pada awal tahun 613,
Muhammad mengumumkan secara terbuka agama Islam. Banyak tokoh-tokoh
bangsa Arab seperti Abu Bakar, Utsman bin Affan, Zubair bin Al Awwam,
Abdul Rahman bin Auf, Ubaidah bin Harits, Amr bin Nufail masuk Islam dan
bergabung membela Muhammad. Kesemua pemeluk Islam pertama itu disebut
dengan As-Sabiqun al-Awwalun.
Akibat halangan dari masyarakat jahiliyyah
di Mekkah, sebagian orang Islam disiksa, dianiaya, disingkirkan dan
diasingkan. Penyiksaan yang dialami hampir seluruh pengikutnya membuat
lahirnya ide berhijrah (pindah) ke Habsyah. Negus, raja Habsyah,
memperbolehkan orang-orang Islam berhijrah ke negaranya dan melindungi
mereka dari tekanan penguasa di Mekkah. Muhammad sendiri, pada tahun 622
hijrah ke Madinah, kota yang berjarak sekitar 200 mil (320 km) di
sebelah Utara Mekkah.
Hijrah ke Madinah
Di Mekkah terdapat Ka’bah yang telah
dibangun oleh Nabi Ibrahim. Masyarakat jahiliyah Arab dari berbagai suku
berziarah ke Ka’bah dalam suatu kegiatan tahunan, dan mereka
menjalankan berbagai tradisi keagamaan mereka dalam kunjungan tersebut.
Muhammad mengambil peluang ini untuk menyebarkan Islam. Di antara mereka
yang tertarik dengan seruannya ialah sekumpulan orang dari Yathrib
(dikemudian hari berganti nama menjadi Madinah). Mereka menemui Muhammad
dan beberapa orang Islam dari Mekkah di suatu tempat bernama Aqabah
secara sembunyi-sembunyi. Setelah menganut Islam, mereka lalu bersumpah
untuk melindungi Islam, Rasulullah (Muhammad) dan orang-orang Islam
Mekkah.
Tahun berikutnya, sekumpulan masyarakat
Islam dari Yathrib datang lagi ke Mekkah. Mereka menemui Muhammad di
tempat mereka bertemu sebelumnya. Abbas bin Abdul Muthalib, yaitu
pamannya yang saat itu belum menganut Islam, turut hadir dalam pertemuan
tersebut. Mereka mengundang orang-orang Islam Mekkah untuk berhijrah ke
Yathrib. Muhammad akhirnya setuju untuk berhijrah ke kota itu.
Masjid Nabawi, berlokasi di Medinah, Arab Saudi.
Mengetahui bahwa banyak masyarakat Islam
berniat meninggalkan Mekkah, masyarakat jahiliyah Mekkah berusaha
menghalang-halanginya, karena beranggapan bahwa bila dibiarkan berhijrah
ke Yathrib, orang-orang Islam akan mendapat peluang untuk mengembangkan
agama mereka ke daerah-daerah yang lain. Setelah berlangsung selama
kurang lebih dua bulan, masyarakat Islam dari Mekkah pada akhirnya
berhasil sampai dengan selamat ke Yathrib, yang kemudian dikenal sebagai
Madinah atau “Madinatun Nabi” (kota Nabi).
Di Madinah, pemerintahan (kalifah) Islam
diwujudkan di bawah pimpinan Muhammad. Umat Islam bebas beribadah
(shalat) dan bermasyarakat di Madinah. Quraish Makkah yang mengetahui
hal ini kemudian melancarkan beberapa serangan ke Madinah, akan tetapi
semuanya dapat diatasi oleh umat Islam. Satu perjanjian damai kemudian
dibuat dengan pihak Quraish. Walaupun demikian, perjanjian itu kemudian
diingkari oleh pihak Quraish dengan cara menyerang sekutu umat Islam.
Pembebasan Mekkah
Pada tahun ke-8 setelah berhijrah ke
Madinah, Muhammad berangkat kembali ke Makkah dengan pasukan Islam
sebanyak 10.000 orang. Penduduk Makkah yang khawatir kemudian setuju
untuk menyerahkan kota Makkah tanpa perlawanan, dengan syarat Muhammad
kembali pada tahun berikutnya. Muhammad menyetujuinya, dan ketika pada
tahun berikutnya ia kembali maka ia menaklukkan Mekkah secara damai.
Muhammad memimpin umat Islam menunaikan ibadah haji, memusnahkan semua
berhala yang ada di sekeliling Ka’bah, dan kemudian memberikan amnesti
umum dan menegakkan peraturan agama Islam di kota Mekkah.
Sejumput Akhlak Rasulullah
Dikemukakannya beberapa contoh Akhlaq yang
mulia Sayyidina AL-MUSHTHOFA, Muhammad saw adalah agar kita mengetahui
dan mencontohnya dalam setiap aspek kehidupan kita sehari-hari. Sejarah
menjadi saksi bahwa semua kaum di Arab sepakat memberikan gelar kepada
Muhammad saw “Al-Amin”, artinya orang yang terpercaya, padahal waktu itu
beliau belum dinyatakan sebagai Nabi. Peristiwa ini, belum pernah
terjadi dalam sejarah Mekkah dan Arabia. Hal itu menjadi bukti bahwa
Rasulullah saw memiliki sifat itu dalam kadar begitu tinggi sehingga
dalam pengetahuan dan ingatan kaumnya tidak ada orang lain yang dapat
dipandang menyamai dalam hal itu. Kaum Arab terkenal dengan ketajaman
otak mereka dan apa-apa yang mereka pandang langka, pastilah
sungguh-sungguh langka lagi istimewa.
Diriwayatkan tentang Rasulullah saw bahwa
segala tutur kata beliau senantiasa mencerminkan kesucian dan bahwa
beliau (tidak seperti orang-orang kebanyakan di zaman beliau) tidak
biasa bersumpah (Turmudzi). Hal itu merupakan suatu kekecualian bagi
bangsa Arab. Kami tidak mengatakan bahwa orang-orang Arab di zaman
Rasulullah saw biasa mempergunakan bahasa kotor, tetapi tidak pelak lagi
bahwa mereka biasa memberikan warna tegas di atas tuturan mereka dengan
melontarkan kata-kata sumpah dalam kadar yang cukup banyak, suatu
kebiasaan yang masih tetap berlangsung sampai hari ini juga. Tetapi
Rasulullah saw menjunjung tinggi nama Tuhan sehingga beliau tidak pernah
mengucapkan tanpa alasan yang sepenuhnya dapat diterima.
Beliau sangat memberikan perhatian, bahkan
cermat sekali dalam soal kebersihan badan. Beliau senantiasa menggosok
gigi beberapa kali sehari dan begitu telaten melakukannya sehingga
beliau biasa mengatakan bahwa andaikata beliau tidak khawatir kalau
mewajibkannya akan memberatkan, beliau akan menetapkan menjadi kewajiban
untuk tiap-tiap orang muslim menggosok gigi sebelum mengerjakan kelima
waktu sholat. Beliau senantiasa mencuci tangan sebelum dan sesudah tiap
kali makan, dan desudah makan beliau senantiasa berkumur dan memandang
sangat baik tiap-tiap orang yang telah memakan masakan berkumur lebih
dahulu sebelum ikut bersembahyang berjamaah (Al-Bukhori)
Dalam peraturan Islam, masjid itu
satu-satunya tempat berkumpul yang ditetapkan untuk orang-orang Islam.
Oleh karena Rasulullah saw sangat istimewa menekankan kebersihannya,
terutama pada saat orang-orang diharapkan akan berkumpul di dalamnya.
Beliau memerintahkan supaya pada kesempatan-kesempatan itu sebaiknya
setanggi dsb dibakar untuk membersihkan udara (Abu Daud). Beliau juga
memberi petunjuk jangan ada orang pergi ke masjid saat diadakan
pertemuan-pertemuan sehabis makan sesuatu yang menyebarkan bau yang
menusuk hidung (Al-Bukhori).
Beliau menuntut agar jalan-jalan dijaga
kebersihannya dan tidak ada dahan ranting, batu dan semua benda atau
sesuatu yang akan mengganggu atau bahkan membahayakan. Jika beliau
sendiri menemukan hal atau benda demikian di jalan, beliau niscaya
menyingkirkannya dan beliau sering bersabda bahwa orang yang membantu
menjaga kebersihan jalan-jalan, ia telah berbuat amal sholih dalam
pandangan Ilahi.
Diriwayatkan pula bahwa beliau memerintahkan
supaya lalu-lintas umum tidak boleh dipergunakan sehingga menimbulkan
halangan atau menjadi kotor atau melemparkan benda-benda yang najis,
atau tidak sedap dipandang ke jalan umum atau mengotori jalan dengan
cara apapun, karena semua itu perbuatan yang tidak diridhoi Tuhan.
Beliau sangat memandang penting upaya agar persediaan air untuk
keperluan manusia dijaga kebersihan dan kemurniannya. Umumnya, beliau
melarang sesuatu benda dilemparkan ke dalam air tergenang yang mungkin
akan mencemarinya, dan memakai persediaan air dengan cara yang dapat
menjadikannya kotor (Al-Bukhori dan Muslim, Kitabal-Barr wal-Sila).
Rasulullah saw sangat sederhana dalam hal
makan dan minum. Beliau tidak pernah memperlihatkan rasa kurang senang
terhadap makanan yang tidak baik masakannya dan tidak sedap rasanya.
Jika didapatkannya makanan sajian serupa itu, beliau akan menyantapnya
untuk menjaga supaya pemasaknya tidak merasa kecewa. Tetapi, jika
hidangan tidak dapat dimakan, beliau hanya tidak menyantapnya dan tidak
pernah memperlihatkan kekesalannya. Jika beliau telah duduk menghadapi
hidangan, beliau menunjukkan minat kepada makanan itu dan biasa
mengatakan bahwa beliau tidak suka kepada sikap acuh-tak-acuh terhadap
makanan, seolah-olah orang yang makan itu terlalu agung untuk
memperhatikan hanya soal makanan dan minuman belaka.
Jika suatu makanan dihidangkan kepada
beliau, senantiasa beliau menyantapnya bersama-sama semua yang hadir.
Sekali peristiwa seseorang mempersembahkan kurma kepada beliau. Beliau
melihat ke sekitar dan setelah beliau menghitung jumlah orang yang
hadir, beliau membagi rata bilangan kurma itu sehingga tiap-tiap orang
menerima tujuh buah. Abu Huroiroh ra meriwayatkan bahwa Rasulullah saw
tidak pernah makan sekenyang-kenyangnya, walaupun sekedar roti jawawut
(Al-Bukhori).
Sekali peristiwa, ketika beliau melalui
jalan tampak kepada beliau beberapa orang berkumpul mengelilingi
panggang anak kambing dan siap untuk menikmati jamuan. Ketika mereka
melihat Rasulullah saw mereka mengundang beliau ikut serta, tetapi
beliau menolak. Alasannya bukan karena beliau tidak suka daging
panggang, tetapi disebabkan oleh kenyataan bahwa beliau tidak menyetujui
orang mengadakan perjamuan di tempat terbuka dan terlihat oleh orang
miskin yang tak cukup mempunyai makanan.
Tiap-tiap segi kehidupan Rasulullah saw
nampak jelas diliputi dan diwarnai oleh cinta dan bakti kepada Tuhan.
Walaupun pertanggung-jawaban yang sangat berat terletak di atas bahu
beliau, bagian terbesar dari waktu, siang dan malam dipergunakan untuk
beribadah dan berdzikir kepada Tuhan. Beliau biasa bangkit meninggalkan
tempat tidur tengah malam dan larut dalam beribadah kepada Tuhan sampai
saat tiba untuk pergi ke masjid hendak sembahyang subuh. Kadang-kadang
beliau begitu lama berdiri dalam sembahyang tahajjud sehingga kaki
beliau menjadi bengkak-bengkak, dan mereka yang menyaksikan beliau dalam
keadaan demikian sangat terharu. Sekali peristiwa Aisyah ra berkata
kepada beliau “Tuhan telah memberi kehormatan kepada engkau dengan cinta
dan kedekatan-Nya. Mengapa engkau membebani diri sendiri dengan
menanggung begitu banyak kesusahan dan kesukaran?” Beliau menjawab “Jika
Tuhan, atas kasih sayang-Nya, mengaruniai cinta dan kedekatan-Nya
kepadaku, bukankah telah menjadi kewajiban pada giliranku senantiasa
menyampaikan terima kasih kepada Dia? Bersyukurlah hendaknya sebanyak
bertambahnya karunia yang diterima (Kitabul-Kusuf).
Tuhan telah memberikan mata untuk melihat;
maka bukan ibadah tetapi aniaya kalau mata dibiarkan pejam atau dibuang.
Bukan penggunaan kemampuan melihat secara tepat yang dapat dipandang
dosa, melainkan penyalahgunaan daya itulah yang menjadi dosa…
Siti Aisyah meriwayatkan “Bilamana
Rasulullah saw dihadapkan kepada pilihan antara dua cara berbuat, beliau
senantiasa memilih jalan yang termudah, asalkan bebas dari segala
kecurigaan bahwa itu salah atau dosa. Kalau arah perbuatan itu membuka
kemungkinan timbulnya kecurigaan serupa itu, maka Rasulullah saw itulah
orangnya, dari antara seluruh umat manusia yang paling menjauhinya
(Muslim, kitabul-Fadhoil).
Beliau sangat baik dan adil terhadap
istri-istri sendiri. Jika, pada suatu saat salah seorang di antara
mereka tidak dapat membawa diri dengan hormat yang layak terhadap
beliau, beliau hanya tersenyum dan hal itu dilupakan beliau. Pada suatu
hari beliau bersabda kepada Siti Aisyah ra, Aisyah jika engkau sedang
marah kepadaku, aku senantiasa dapat mengetahuinya” Aisyah ra bertanya
“Bagaimana?” Beliau menjawab “Aku perhatikan jika engkau senang kepadaku
dan dalam percakapan kau menyebut nama Tuhan, ‘Kau sebut Dia sebagai
Tuhan Muhammad. Tetapi jika engkau tidak senang kepadaku, ‘Kau sebut Dia
sebagai Tuhan Ibrahim” Mendengar keterangan itu Aisyah tertawa dan
mengatakan bahwa beliau benar”.
Beliau senantiasa sangat sabar dalam
kesukaran dan kesusahan., Dalam keadaan susah, beliau tak pernah putus
asa dan beliau tak pernah dikuasai oleh suatu keinginan pribadi… Sekali
peristiwa beliau menjumpai seorang wanita yang baru ditinggal mati oleh
anaknya, dan melonglong dekat kuburan anaknya. Beliau menasehatkan agar
bersabar dan menerima taqdir Tuhan dengan rela dan menyerahkan diri.
Wanita itu tidak mengetahui bahwa ia ditegur oleh Rasulullah saw dan
menjawab “Andaikan engkau pernah mengalami sedih ditinggal mati oleh
anak seperti yang kualami, engkau akan mengetahui betapa sukar untuk
bersabar di bawah himpitan penderitaan serupa itu.” Rasulullah saw
menjawab “Aku telah kehilangan bukan hanya seorang tetapi tujuh anak”.
Dan beliau terus berlalu.
Beliau senantiasa dapat menguasai diri.
Bahkan ketika beliau sudah menjadi orang paling berkuasa sekalipun
selalu mendengarkan dengan sabar kata tiap-tiap orang, dan jika
seseorang memperlakukan beliau dengan tidak sopan, beliau tetap
melayaninya dan tidak pernah mencoba mengadakan pembalasan.
Rasulullah saw mandiri dalam menerapkan
keadilan dan perlakuan. Sekali peristiwa suatu perkara dihadapkan kepada
beliau tatkala seorang bangsawati terbukti telah melakukan pencurian.
Hal itu menggemparkan, karena jika hukuman yang berlaku dikenakan
terhadap wanita muda usia itu, martabat suatu keluarga sangat terhormat
akan jatuh dan terhina. Banyak yang ingin mendesak Rasulullah saw demi
kepentingan orang yang berdosa itu, tetapi tidak mempunyai keberanian.
Maka Usama diserahi tugas melaksanakan itu. Usama menghadap Rasulullah
saw, tetapi serentak beliau mengerti maksud tugasnya itu, beliau sangat
marah dan bersabda, “Kamu sebaiknya menolak. Bangsa-bangsa telah celaka
karena mengistimewakan orang-orang kelas tinggi tetapi berlaku kejam
terhadap rakyat jelata. Islam tidak mengidzinkan dan akupun sekali-kali
tidak akan mengizinkan. Sungguh, jika Fathimah anak perempuanku sendiri
melakukan kejahatan, aku tidak akan segan-segan menjatuhkan hukuman yang
adil “ (Al-Bukhori, Kitabul-Hudud).
Rasulullah saw senantiasa prihatin
memikirkan untuk memperbaiki keadaan golongan yang miskin dan mengangkat
taraf hidup mereka di tengah-tengah masyarakat. Seorang wanita muslimah
biasa membersihkan masjid Nabi di Madinah. Rasulullah saw tidak
melihatnya lagi beberapa hari dan beliau menanyakan ihwalnya.
Disampaikan kepada beliau bahwa ia sudah meninggal. Beliau bersabda,
“Mengapa aku tidak diberi tahu kalau ia meninggal? Aku pasti ikut dalam
sembahyang janazahnya” dan menambahkan. Barangkali kalian tidak
memandangnya cukup penting karena ia miskin. Anggapan itu salah. Bawalah
aku ke kuburnya.” Kemudian beliau pergi ke sana dan mendoa untuk dia
(Al-Bukhori, Kitabus-Salat).
Abu Musa Al-Asy’ari meriwayatkan jika
seorang miskin menghadap Rasulullah saw dan mengajukan permintaan,
beliau biasa bersabda kepada orang yang ada disekitar beliau, “Kemudian
juga hendaknya memenuhi permintaannya itu sehingga mendapat pahala
sebagai orang yang berperan serta dalam menggalakkan perbuatan baik’
(Al-Bukhori dan Muslim), dengan tujuan membangkitkan rasa cenderung
untuk menolong si miskin di satu pihak dalam hati para sahabat dan
dipihak lain menimbulkan kesadaran dalam hati kaum fakir-miskin adanya
cinta-kasih saudara-saudara mereka yang kaya.
Ketika Islam berangsur-angsur diterima
secara umum oleh bagian terbesar bangsa Arab, Rasulullah saw sering
menerima barang dan uang berlimpah-limpah, beliau segera membagi-bagikan
hadiah itu di antara mereka yang sangat membutuhkan. Sekali peristiwa
anak beliau, Fathimah datang mendapatkan beliau sambil memperlihatkan
tapak tangannya yang tebal dan keras akibat pekerjaan menepung gandum
dengan batu, memohon agar diberi seorang budak untuk meringankan
pekerjaannya. Rasulullah saw menjawab, “Aku akan menceriterakan kepadamu
sesuatu yang nanti akan terbukti jauh lebih berharga daripada seorang
budak. Jika engkau akan tidur pada malam hari, engkau hendaknya membaca
SubchanAllah 33 kali, Al-chamdulillah 33 kali dan Allahu akbar 34 kali.
Hal itu akan jauh lebih banyak menolongmu daripada memelihara seorang
budak” (Al-Bukhori).
Beliau senantiasa menganjurkan kepada mereka
yang mempunyai budak-budak supaya memperlakukan mereka dengan baik
serta kasih sayang. Beliau menetapkan bahwa jika si pemilik memukul
budaknya atau memaki-makinya, maka satu-satunya perbaikan yang dapat
dilakukannya ialah memerdekakannya (Muslim, Kitabul-Iman).
Rasulullah saw sangat berhasrat memperbaiki
keadaan wanita di tengah-tengah masyarakat, menjamin mereka mendapat
kedudukan terhormat dan perlakuan wajar lagi pantas. Islam adalah agama
pertama yang memberikan hak waris kepada wanita…
Jika dalam satu perjalanan beliau ada
wanita-wanita yang ikut serta, beliau senantiasa memberi petunjuk supaya
kafilah bergerak lambat dan berhenti-berhenti secara bertahab. Pada
suatu kesempatan serupa itu ketika orang-orang berjalan cepat, beliau
bersabda “Perhatikan kaca! Perhatikan kaca!” dengan maksud mengatakan
bahwa ada wanita-wanita dalam rombongan dan bahwa jika onta-onta dan
kuda-kuda berlari cepat, mereka itu akan menderita dari
bantingan-bantingan binatang-binatang itu (Al-Bukhori, Kitab Al-Adab).
Beliau menetapkan bahwa orang tidak boleh
membicarakan keburukan seseorang yang telah meninggal, melainkan
hendaknya menekankan kepada kebaikan apa saja yang dimiliki almarhum,
sebab tidak ada faedahnya menyebut-nyebut kelemahan atau kejahatan orang
yang sudah meninggal. Tetapi dengan mengemukakan kebaikan-kebaikan
almarhum orang akan cenderung mendoakan (Al-Bukhori).
Perlakuan Rasulullah saw terhadap tetangga
dengan ramah dan penuh perhatian; beliau sangat menekankan agar orang
berbakti dan mengkhidmati orang tua serta memperlakukan mereka dengan
baik dan kasih-sayang; beliau selamanya memilih pergaulan dengan
orang-orang baik dan jika melihat suatu kelemahan pada salah seorang
dari para sahabat, beliau menegurnya dengan ramah secara berempat mata;
Rasulullah saw sangat berhati-hati membawa diri agar tidak timbul
kemungkinan adanya salah faham; Beliau tidak pernah mengemukakan
kesalahan-kesalahan dan kelemahan-kelemahan orang lain dan menasehati
orang-orang jangan mengumumkan kesalahan-kesalahan sendiri; Kesusahan,
penderitaan atau kemalangan di saat menjelang wafat, beliau pikul dengan
penuh kesabaran sampai-sampai Fathimah ra tidak tahan melihat ayahnya
dalam keadaan demikian, namun beliau bersabda kepadanya: “Bersabarlah,
ayahmu tidak akan menderita lagi sesudah hari ini”;
Rasulullah saw menekankan agar para sahabat
bekerja sama satu dengan lainnya. Ketika seseorang mengadukan saudaranya
yang bermalas-malasan, beliau bersabda kepadanya: “Tuhan telah
mencukupi kebutuhanmu berkat adanya saudaramu, dan karena itu menjadi
kewajibanmu mencukupi kebutuhannya dan membiarkan dia bebas mengkhidmati
agama” (Turmudzi).
Rasulullah saw dalam jual-beli secara terus
terang dan sangat mendambakan orang-orang muslim agar jangan melakukan
kelicikan dalam transaksi atau jual-beli. Beliau senantiasa optimis
menghadapi masa depan. Beliau sangat memusuhi sikap pesimis atau
keputusasaan, Beliau bersabda: “Siapa yang menyebarkan rasa pesimis di
kalangan masyarakat, ia bertanggung jawab atas kemunduran bangsa; sebab
pikiran-pikiran pesimis mempunyai kecenderungan mengecutkan hati dan
menghentikan laju kemajuan.
Rasulullah saw memperingatkan para sahabat
agar memperlakukan hewan-hewan dengan baik dan mengecam bersikap kejam
terhadap hewan. Beliau sering menceriterakan tentang wanita Yahudi yang
dihukum Allah swt lantaran membiarkan kucingnya mati kelaparan.
Rasulullah saw bukan saja menekankan pada
kebaikan toleransi dalam urusan agama, tetapi memberikan contoh-contoh
yang sangat tinggi dalam urusan ini. Suatu delegasi suku Kristen Najron
yang telah berdialog selama beberapa jam, meminta idzin untuk
meninggalkan masjid untuk mengadakan kebaktian di tempat yang tenang,
Rasulullah saw bersabda: “Mereka tidak perlu meninggalkan masjid yang
memang merupakan tempat khusus untuk kebaktian kepada Tuhan dan mereka
dapat melakukan ibadah mereka di situ (Az-Zurqani)
Keberanian Rasulullah saw luar biasa, ketika
terjadi isu bahwa pasukan Romawi akan mengadakan pendudukan di Madinah
dan ketika ada suara gaduh di tengah malam, beliau mengadakan penelitian
sendiri dengan menaiki kudanya. Beliau sangat lunak terhadap orang yang
kurang sopan terhadap beliau.
Rasulullah saw sangat menaruh penting ihwal
asas menyempurnakan perjanjian. Sekali peristiwa seorang duta datang
kepada beliau dengan tugas istimewa dan sesudah ia tinggal beberapa hari
bersama beliau, ia yakin akan kebenaran Islam dan mohon diperbolehkan
bai’at masuk Islam. Rasulullah saw menjawab bahwa perbuatannya itu tidak
tepat karena ia datang sebagai duta dan telah menjadi kewajibannya
untuk pulang ke pusat Pemerintahannya tanpa mengadakan hubungan baru,
jika sesudah pulang ia masih yakin akan kebenaran Islam, ia dapat
kembali lagi sebagai orang bebas dan masuk Islam.
Beliau sangat menghargai mereka yang
membaktikan waktu dan harta bendanya untuk menghidmati umat manusia.
Suku Arab , Banu Tho‘i mulai mengadakan permusuhan terhadap Rasulullah
saw dan kekuatan mereka dapat dikalahkan dan beberapa orang ditawan
dalam sebuah peperangan. Seorang dari tawanan itu adalah seorang anak
perempuan Hatim, seorang yang kebaikan dan kemurahannya telah menjadi
buah bibir bangsa Arab. Ketika anak Hatim menerangkan kepada Rasulullah
saw mengenai silsilah kekeluargaannya, beliau memperlakukan wanita itu
dengan penghormatan yang besar dan sebagai hasil dari perantaraannya
beliau membatalkan semua hukuman yang tadinya akan dijatuhkan atas
wanita itu sebagai tindak balasan terhadap serangan mereka.
Sedemikian agung dan indahnya Akhlaq
Muhammad Rasulullah saw, sebagai hamba teladan umat manusia yang hidup
sezaman dengan beliau maupun umat manusia yang hidup sesudahnya hingga
hari Qiamat, karena itu hanya ada satu syahadat pada beliau saja yang
disyari’atkan dalam agama dan wajib diikrarkan oleh setiap orang yang
masuk ke dalam agama Islam, sebagai tekad untuk mengawali dalam
mengikuti dan meneladani kehidupan beliau. Adapun jaminan bagi orang
yang telah mengikrarkan syahadat itu adalah sorga, sebagaimana sabda
Rasulullah saw berikut:
Aku bersaksi tiada tuhan kecuali Allah Yang
Esa yang tiada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu
hamba-Nya dan utusan-Nya, maka tiada seorang pun yang bertemu dengan
kedua kalimah syahadat itu pada Hari Qiamat, kecuali ia dimasukkan
kedalam sorga karena apa yang ada di dalamnya.
Mukjizat
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Mukjizat Muhammad
Seperti nabi dan rasul sebelumnya, Muhammad
pun diberikan mukjizat sebelum masa kenabian dan selama kenabian. Dalam
syariat Islam, mukjizat terbesar Muhammad adalah Al-Qur’an. Selain itu,
Muhammad juga diyakini oleh umat Islam pernah membelah bulan pada masa
penyebaran Islam di Mekkah dan melakukan Isra dan Mi’raj dalam waktu
tidak sampai satu hari. Kemampuan lain yang dimiliki Muhammad adalah
kecerdasannya mengenai ilmu ketauhidan.
Fisik dan ciri-ciri Nabi Muhammad SAW
Aisyah dan Ali bin Abi Thalib telah
merincikan ciri-ciri fisik dan penampilan keseharian Muhammad,
diantaranya adalah rambut ikal berwarna sedikit kemerahan,[30] terurai
hingga bahu. Kulitnya putih kemerah-merahan, wajahnya cenderung bulat
dengan sepasang matanya hitam dan bulu mata yang panjang. Tidak berkumis
dan berjanggut sepanjang sekepalan telapak tangannya.
Tulang kepala besar dan bahunya lebar.
Tubuhnya tidak terlalu tinggi dan tidak pula terlalu pendek, berpostur
kekar sangat indah dan pas dikalangan kaumnya. Bulu badannya halus
memanjang dari pusar hingga dada. Jemari tangan dan kaki tebal dan
lentik memanjang.
Apabila berjalan cenderung cepat dan tidak
pernah menancapkan kedua telapak kakinya, beliau melangkah dengan cepat
dan pasti. Apabila menoleh, ia menolehkan wajah dan badannya secara
bersamaan. Di antara kedua bahunya terdapat tanda kenabian dan memang ia
adalah penutup para nabi. Ia adalah orang yang paling dermawan, paling
berlapang dada, paling jujur ucapannya, paling bertanggung jawab dan
paling baik pergaulannya. Siapa saja yang bergaul dengannya pasti akan
menyukainya.
Setiap orang yang bertemu Muhammad pasti
akan berkata, “Aku tidak pernah melihat orang yang sepertinya, baik
sebelum maupun sesudahnya.” Begitulah Muhammad di mata khalayak, sebab
ia berakhlak sangat mulia seperti yang digambarkan Al-Qur’an,
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Al-Qalam: 4)
Dalam hadits riwayat Bukhari, Muhammad digambarkan sebagai orang yang berkulit putih dan berjenggot hitam dengan uban.
Dalam satu hadits diterangkan mengenai corak
fisik Rasulullah, yaitu: Anas bin Malik (ra) meriwayatkan: Rasulullah
saw. bertubuh sedang, bercorak kulit cerah, tidak putih sekali namun
tidak pula hitam benar. Rambut beliau dapat dikatakan lurus dan agak
berombak. Allah Ta’ala mengangkat beliau sebagai Nabi ketika berusia
empat puluh tahun. Sesudah itu beliau sempat tinggal di Mekah selama
tiga belas tahun. Lalu di Madinah selama sepuluh tahun. Allah memanggil
beliau ke hadirat-Nya pada umur enam puluh tiga tahun. Saat itu baru
sedikit saja uban yang tumbuh di rambut dan janggut beliau.
Anas (ra) juga meriwayatkan: Rasulullah
(saw) tingginya sedang; tidak tinggi benar maupun pendek; beliau tegap.
Rambut beliau tidak keritingnamun tidak pula lurus sama sekali. Warna
kulit beliau sedang, tapi cerah. beliau berjalan dengan gesit. Melangkah
dengan tubuh sedikit condong ke depan.
Bara’a bin Aazib (ra) meriwayatkan:
Rasulullah (saw) tingginya sedang, dengan tulang belikat (pundak) yang
bidang. Rambut beliau cukup tebal, panjangnya sampai batas telinga. Saya
belum pernah melihat sesuatu yang lebih menarik dari beliau
Ali Bin Abi Thalib (ra) meriwayatkan:
Rasulullah (saw) tidaklah tinggi; juga tidak pendek. Telapak tangan dan
kaki beliau padat berisi. Beliau memiliki kepala yang agak besar dan
kuat. Bulu-bulu halus tumbuh di dada beliau dan terus kebawah sampai
pusar. Jika beliau berjalan, melangkahnya seolah-olah seperti turun
(meloncat) dari suatu ketinggian. Saya belum pernah melihat beliau
diantara sahabat-sahabatnya, dan dari antara orang-orang yang datang
sesudah (wafatnya) beliau.
Ali bin Abi Thalib (ra) juga meriwayatkan:
Rambut Rasulullah lurus dan sedikit berombak. Beliau tidak berperawakan
gemuk dan tidak pula tampak terlalu berat, beliau berperawakan baik dan
tegak. Warna kulit beliau cerah, mata beliau hitam dengan bulu mata yang
panjang. Sendi-sendi tulang beliau kuat dan dada beliau cukup kekar,
demikian pula tangan dan kaki beliau. Badan beliau tidak berbulu tebal,
tapi hanya bulu-bulu tipis dari dada ke bawah sampai di pusar beliau.
Jika beliau sedang berhadapan dengan seseorang, maka beliau akan
mengarahkan wajah beliau ke orang tersebut (penuh perhatian). Diantara
tulang belikat beliau “tanda” kenabian beliau. Beliau adalah orang yang
paling baik hati, orang yang paling jujur, orang yang paling dirindukan
dan sebaik-baik keturunan. Siapa saja yang mendekati beliau akan
langsung merasa hormat dan khidmat. Dan siapa yang bergaul dengan beliau
akan langsung menghargai dan mencintainya. Saya belum pernah meliahat
orang lain seperti beliau.
Hind bin Abi Halah (ra) telah diceritakan
oleh Hasan bin Ali (ra) sebagai berikut: Rasulullah (saw) memiliki
pribadi mulia dan diakui sangat agung dalam pandangan orang yang
melihatnya. Wajah beliau bercahaya seterang bulan purnama. Beliau
sedikit lebih tinggi dari rata-rata kami tapi lebih pendek dari orang
yang jangkung. Kepala beliau lebih besar dari rata-rata, dan rambut
beliau agak keriting (berombak). Jika dapat dikuakan (dibelah), maka
beliau kuakan, Jika tidak dapat maka beliau biarkan saja. Saat rambut
beliau agak panjang, akan mencapai kuping telinga beliau. Kulit beliau
berwarna cerah dan dahi beliau lebar. Alis mata beliau lengkung hitam
dan tebal. dianta alisnya nampak urat darah halus yang berdenyut bila
beliau emosi atau bergairah. Hidung beliau agak melengkung dan mengkilap
jika terkena cahaya serta tampak agak menonjol jika kita pertama kali
melihatnya, padahal tidak demikian sebenarnya. Beliau berjanggut tipis
tapi penuh rata sampai di pipi. Mulut beliau sedang, gigi beliau putih
cemerlang dan agak renggang. Pundak beliau bagus dan terpasang kokoh,
seperti di cor dengan perak. Anggota tubuh beliau yang lain serba normal
dan proporsional. Dada dan pinggang beliau seimbang ukurannya. Daerah
di sekitar tulang belikat beliau cukup lebar, dan terpasang dengan baik.
Bagian-bagian tubuh beliau yang tidak tertutuppun nampak bersih dan
bercahaya. Kecuali bulu-bulu halus yang tumbuh dari dada dan tumbuh
sampai ke pusar. Lengan dan dada bagian atas beliau berbulu. Pergelangan
tangan beliau cukup panjang, telapak tangan beliau agak lebar serta
baik telapak tangan maupun kaki beliau padat berisi, jari-jari tangan
dan kaki beliau cukup langsing. Telapak kaki beliau cukup lengkungannya
dan atasnya halus serta bagus bentuknya, sehingga saat beliau
mencucinya, maka air akan meluncur dengan cepat ke bawah. Jika beliau
berjalan, beliau melangkah dengan posisi badan agak condong ke depan,
tapi beliau melangkah dengan anggun. Langkah beliau panjang dan cepat
serta terlihatseperti turun (loncat) dari suatu ketinggian. Jika beliau
sedang berhadapan dengan seseorang, maka beliau memandang orang itu
dengan penuh perhatian. Pandangan beliau selalu ditundukkan sesuai
aturan (dalam Alquran), dan lebih sering melihat ke bawah dari pada ke
atas. Beliau tidak pernah memelototi seseorang, pandangan mata beliau
selalu menyejukkan. Beliau juga selalu berjalan agak di belakang,
terutama saat melakukan perjalanan jauhdan beliau selalu lebih dulu
menyapa orang yang ditemuinya di jalan.
Jabir bin Samurah (ra) meriwayatkan:
Rasulullah (saw) memiliki mulut yang agak lebar, di mata beliau terlihat
juga garis-garis merahnya. Dan tumit beliau langsing.
Jabir (ra) juga meriwayatkan: Saya
berkesempatan melihat Rasulullah (saw) di bawah sinar rembulan, san
(saya) perhatikan pula rembulan tersebut, bagi saya beliau lebih indah
dari rembulan tersebut.
Abu Ishaq (ra) mengemukakan: Bara’a bin
Aazib (ra) pernah ditanya, “Apakah rona wajah Rasulullah (saw) cemerlang
seperti pedang yang mengkilap?” Ia menjawab “Tidak! tapi lebih mirip
dengan purnama yang cerah.”
Abu Hurairah (ra) mengemukakan: Rasulullah begitu rupawan, seperti beliau dibentuk dari perak. Rambut beliau cenderung berombak.
Abu Hurairah (ra) juga meriwayatkan: Saya
belum pernah melihat orang yang lebih baik dan lebih tampan dari
Rasulullah (saw); roman mukanya secemerlang matahari, juga tidak pernah
melihat orang yang secepat beliau. Seolah-olah bumi ini digulung oleh
langkah-langkah beliau ketika sedang berjalan. Walaupun kami berusaha
untuk mengimbangi jalan beliau. Tapi beliau tampaknya seperti berjalan
santai saja.
Jabir bin Abdullah (ra) meriwayatkan,
Rasulullah (saw) pernah bersabda: Aku menyaksikan pemandangan (rohani)
tentang para nabi. Diantaranya, Musa (as). Beliau (Musa as) berperawakan
langsing seperti orang-orang dari suku Shannah; dan aku menyaksikan Isa
ibnu Maryam (as) yang mirip dari antara orang yang pernah saya lihat,
yaitu Urwah bin Mas’ud (ra) dan aku melihat Ibrahim (as), beliau sangat
mirip dengan sahabatmu ini (maksudnya diri beliau sendiri), saya juga
melihat malaikat Jibril yang mirip dengan Dehya Kalbi”
Said al jahiri (ra) meriwayatkan: Saya
pernah mendengar Abu Taufik (ra) berkata: “Sekarang ini tidak ada lagi
yang tinggal (masih hidup) yang pernah melihat diri Rasulullah, kecuali
saya.” Maka saya (Said ra) berkata padanya: “Gambarkanlah kepadaku.” Ia
menjawab, “Rasulullah (saw) itu roman mukanya sangat cerah dan
perawakannya sangat baik.
Ibnu Abbas mengatakan: Gigi depan Rasulullah
(saw) agak renggang (tidak terlalu rapat) dan jika beliau berbicara
tampak putih berkilau.
Pernikahan Muhammad
Selama hidupnya Muhammad menikahi 11 atau 13
orang wanita (terdapat perbedaan pendapat mengenai hal ini). Pada umur
25 Tahun ia menikah dengan Khadijah, yang berlangsung selama 25 tahun
hingga Khadijah wafat. Pernikahan ini digambarkan sangat bahagia,
sehingga saat meninggalnya Khadijah (yang bersamaan dengan tahun
meninggalnya Abu Thalib pamannya) disebut sebagai tahun kesedihan.
Sepeninggal Khadijah, Muhammad disarankan
oleh Khawla binti Hakim, bahwa sebaiknya ia menikahi Sawda binti Zama
(seorang janda) atau Aisyah (putri Abu Bakar, dimana Muhammad akhirnya
menikahi keduanya. Kemudian setelah itu Muhammad tercatat menikahi
beberapa wanita lagi sehingga mencapai total sebelas orang, dimana
sembilan diantaranya masih hidup sepeninggal Muhammad.
Para ahli sejarah antara lain Watt dan
Esposito berpendapat bahwa sebagian besar perkawinan itu dimaksudkan
untuk memperkuat ikatan politik (sesuai dengan budaya Arab), atau
memberikan penghidupan bagi para janda (saat itu janda lebih susah untuk
menikah karena budaya yang menekankan perkawinan dengan perawan).
Perbedaan dengan nabi dan rasul terdahulu
Dalam mengemban misi dakwahnya, umat Islam
percaya bahwa Muhammad diutus Allah untuk menjadi Nabi bagi seluruh umat
manusia (QS. 34 : 28), sedangkan nabi dan rasul sebelumnya hanya diutus
untuk umatnya masing-masing (QS 10:47, 23:44) seperti halnya Nabi Musa
yang diutus Allah kepada kaum Bani Israil.
Sedangkan persamaannya dengan nabi dan rasul
sebelumnya ialah sama-sama mengajarkan Tauhid, yaitu kesaksian bahwa
Tuhan yang berhak disembah atau diibadahi itu hanyalah Allah (QS 21:25).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar