Salah satu motivasi terbesar dalam hidup
adalah ketika kita merasakan nilai lebih dari suatu perbuatan yang kita
lakukan. Seperti dalam konteks pekerjaan, bila kita mengerjakan suatu
pekerjaan dan mendapatkan bonus tambahan dari atasan atau bos tentu akan
meningkatkan semangat atau motivasi kita dalam bekerja. Dalam konteks
ibadah Ilahiyah, bonus pahala pun Allah berikan kepada para hamba-Nya
yang taat, yang senantiasa menjalankan perintah-Nya dengan ikhlas serta
mengharap ridho Allah. Salah satu contohnya adalah diberikannya
keistimewaan dalam bulan Ramadhan kepada hamba-Nya yang menjalankan
berbagai ibadah di bulan yang mulia ini, sayyidus syuhuur (penghulu
diantara bulan-bulan yang lain).
Melaksanakan ibadah di bulan Ramadhan
memiliki nilai kwantitatif yang lebih dibandingkan dengan mengerjakannya
di bulan yang lain. Hal ini digambarkan misalkan, mengerjakan ibadah
sunnah di bulan Ramadhan ganjarannya seperti mengerjakan ibadah fardhu
di bulan yang lain, dan mengerjakan ibadah fardhu di bulan Ramadhan
pahalanya Allah lipat gandakan sampai dengan 70 kali lipat. Namun sekali
lagi, fadhilah ini merupakan nilai kwantitatif dari sebuah perbuatan,
bukan untuk menentukan gugurnya kewajiban ibadah yang lain karena sudah
dapat pahala yang berlipat ganda. Nilai kwantitatif ibadah menjadi tidak
berarti bila tidak sebanding dengan nilai kwalitatif. Dengan kata lain,
sebanyak apapun pahala seseorang, tapi kalau ibadahnya tersebut tidak
menimbulkan efek positif di kehidupan sehari-hari maka bisa jadi akan
sia-sia juga.
Hal tersebut dijelaskan dalam hadits
Nabi bahwa indikator puasa yang baik yang bisa menetralisir dosa-dosa
kecil orang yang berpuasa adalah hanya semata-mata karena iman dan
mengharap ridho Allah, “Man shooma romadhoona iimaanan wahtisaaban
ghufiro lahu maa taqoddama min dzanbihi” (Barangsiapa yang berpuasa di
bulan Ramadhan karena iman dan semata-mata karena Allah niscaya diampuni
baginya dosa-dosa kecil yang telah lalu). Dua indikator tersebut, iman
wahtisaaban. Artinya hanya karena Allah dan hanya mengharapkan
perhitungan di hadapan Allah saja, bukan perhitungan manusia dan juga
bukan perhitungan pahala yang dikumulatifkan.
Allah menjadikan bulan Ramadhan ini
sebagai nilai tambah atau bonus dari pahala ibadah yang dilakukan di
bulan Ramadhan. Hal ini merupakan wujud pengejawantahan makna dari
beberapa sifat Allah seperti Arrahman, Arrahim, Al-Ghoffarr, Al-Karim.
Kasih sayang Allah berikan salah satunya berupa nilai pahala yang
berlipat ganda. Nilai ini merupakan spirit dan motivasi bagi kita untuk
menjalankan ibadah yang mudawamah dan istiqomah di bulan-bulan yang
lainnya, tidak hanya di bulan Ramadhan. Output yang diharapkan dari
puasa adalah “la’allakum tattaquun”, yakni senantiasa menjaga dan
meningkatkan ketaqwaan selama hidup di dunia, kata “tattaqun” dalam
bahasa Arab berbentuk ‘fi’il mudhori’ (kata kerja untuk masa kini dan
yang akan datang), itu artinya tujuan taqwa dalam perintah bukan barang
langsung jadi melainkan sebuah proses yang harus berlangsung terus
menerus dalam kehidupan kini dan sampai yang akan datang.
Di lain sisi, keistimewaan bulan
Ramadhan sebetulnya bisa kita telisik dari rangkaian hurufnya
berdasarkan huruf hijaiyah. Bila kita menulis atau membaca tulisan
Ramadhan dalam huruf Arab maka akan terangkai dari lima huruf, yaitu ‘ro
– mim (ma) – dhod (dho) – alif (a) – nun’. Bila kita artikan rangkaian
huruf ini bisa jadi menggambarkan keistimewaan bulan Ramadhan. Mulai
dari huruf pertama yaitu ‘ro’, bisa berarti “rohmah” (kasih sayang). Di
bulan Ramadhan Allah mencurahkan kasih sayangNya melalui berbagai aspek
ibadah dan pengamalan nilai-nila keagamaan. Bukan hanya muslim, bahkan
non muslim pun terkadang mendapatkan rizqi di bulan Ramadhan, itu semua
karena Allah memberikan kasih sayangNya yang tak terhingga.
Huruf kedua yaitu ”mim”, bisa berarti
“maghfiroh” (ampunan). Sudah sangat banyak pemahaman kita semua bahwa
bulan Ramadhan bulan penuh ampunan., bulan dibukanya pintu sura dan
ditutupnya pintu neraka, bahkan menurut hadits ada salah satu pintu
surga yang khusus untuk dimasuki bagi para hamba yang berpuasa yaitu
“baabur royaan”. Banyak nilai-nilai ibadah yang bisa mengantarkan kita
kepada ampunan Allah atas dosa-dosa kita – bahkan yang telah lalu – dan
hanya semisal memberi makan orang yang berpuasa saja sudah bisa
mengampuni dosa, seperti hadits nabi yang berbunyi: “man fatthoro
shooiman kaana maghfirotan lidzunuubihi” (barangsiapa yang memberi makan
orang yang sedang puasa niscaya dosa-dosanya akan diampuni). Huruf
ketiga dalam rangkaian kata Ramadhan adalah “dhod” yang berarti
“dho’fun” (berlipat ganda). Di bulan Ramadhan sebagaimana yang telah
disinggung di atas, semua kegiatan ibadah dilipat gandakan nilai
pahalanya dibandingkan dengan mengerjakannya di bulan yang lain.
Kemudian huruf kelima yaitu ”alif” bisa
berarti “ulfatun/ulfah” (kelembutan). Salah satu tujuan puasa juga
adalah melatih diri kita untuk menjadi pribadi-pribadi yang lembut, baik
hati, fikiran, prasangka, kepekaan dan lain sebagainya. Puasa
mentraining kita untuk merasakan lapar dan haus karena tidak makan dan
minum, sehingga hati kita bisa lembut dan kepekaan kita muncul kepada
saudara-saudara kita yang hidup berjuang tiap hari dengan kelaparan dan
kesempitan. Dengan demikian kita bisa bersimpati dan berempati untuk
menyisihkan rizqi kita kepada para fuqoro-masaakin-mustadh’afiin sebagai
rasa syukur kita kepada nikmat yang telah Allah berikan. Bukankah
statement Nabi Muhammad SAW dalam sebuah haditsnya sangat jelas, bahwa
salah satu dari empat golongan yang dirindukan surga adalah “muth’imul
jii’aan” (orang yang memberi makan yang lapar). Bahkan di dalam bulan
Ramadhan pula terdapat perintah untuk mengeluarkan harta kita dalam
bentuk zakat, sebagaimana Al-Qur’an menjelaskan bahwa zakat adalah
sarana untuk membersihkan dan menyucikan harta kita.
Huruf yang kelima merupakan huruf
terakhir dalam rangakaian kata Ramadhan adalah huruf “nun”, yang bisa
berarti “ni’mah” (nikmat). Nikmat di dunia Allah berikan kepada kita
semua, terlebih di bulan Ramadhan, semua nikmat hampir kita rasakan di
setiap sendi. Dari nikmat yang terkecil berupa buka puasa misalkan, atau
juga nikmat bisa bersilaturahim dengan keluarga yang mungkin sudah lama
tidak berjumpa, dengan momentum idul fitri kita bisa menyambung lagi
tali silaturahim. Nikmat terbesar yang bisa kita rasakan adalah nikmat
diturunkannya kitab suci Al-Qur’an di bulan Ramadhan pada malam yang
mulia yang disebut malam lailatul qodar, sehingga mengisi malam lailatul
qodar dengan ibadah adalah merupakan nikmat yang agung sebagaimana
agungnya malam tersebut. Oleh karena itu, kita sebagai muslim yang taat
harus senantiasa memaknai dan mengisi bulan Ramadhan ini dengan penuh
keimanan dan pengharapan ridho Allah SWT. Semoga kita bisa menjadi
lulusan terbaik dari kampus Ramadhan tahun ini. Wallahu A’lam bis showaab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar